Tradisi mencukur rambut bayi di berbagai budaya:
Masyarakat Islam menjalankan memotong
rambut bayi bersamaan dengan waktu akikah atau sekitar 7 hari setelah
kelahirannya. Berat rambut yang tergunting itu kemudian ditimbang dan seberat
itu pula akan dikeluarkan perak untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
Masyarakat Hindu India juga mempunyai
tradisi memotong rambut bayi untuk membersihkannya dari hal-hal negatif dalam
kehidupan sebelumnya.
Di Thailand ada upacara Khwan yang
diselenggarakan saat si kecil berusia satu bulan. rambut si kecil akan dicukur
habis oleh biksu/pemuka agama Budha dan ditempatkan pada wadah yang terbuat
dari kulit pisang dan kemudian diapungkan ke air.
Masyarakat Tionghoa, upacara cukur rambut
diberi nama Man Ye /Man Yue yang dirayakan ketika si kecil berusia 1
bulan. Saat acara ini, rambut si kecil akan dicukur, dibungkus dengan kain
merah dan dijahit pada bantal si kecil. Hal ini dilakukan dengan harapan agar
si kecil menjadi anak yang berani dan tidak mudah takut.
Masyarakat
Jawa melaksanakan tradisi potong rambut saat bayi berusia 35 hari atau
bertepatan dengan upacara selapanan. Pada saat itu beberapa orang
yang dituakan seperti eyang/bude/pakde secara bergantian akan memotong sejumput
rambut bayi.
Masyarakat Ternate-Maluku Utara juga
mempunyai tradisi memotong rambut bayi yang disebut saro-saro. Upacara
ini sebagai simbol untuk menyambut kehidupan baru bagi sang bayi. Tradisi
potong rambut ini biasanya diteruskan dengan mencukur plontos kepala bayi
hingga bersih.
Manfaat Mencukur Bayi
1. Membersihkan lemak dan zat-zat sisa dari rahim ibu yang mungkin
terbawa/menempel di rambut pada proses persalinan
2. Ketika bayi terkena gumohan (muntahan) bahkan ompol
(air kencing) saat tidur yang mungkin
saja mengotori tubuh hingga kepala bayi,
kalau kepala bayi gundul, tentu lebih mudah membersihkannya.
3. Kepala gundul juga membuat bayi merasa lebih dingin, apalagi
bila tinggal di daerah tropis seperti Indonesia. Embusan angin yang
langsung mengenai pori-porinya mampu mengurangi kegerahan.
4. Kepala plontos bayi juga memudahkan ibu untuk mengamati
kalau-kalau ada sesuatu yang tak diharapkan, seperti iritasi, bisul, luka dan
sebagainya.
Untuk memudahkan proses mencukur, sebaiknya
dilakukan saat bayi tidur, karena sewaktu tidur, bayi tidak banyak bergerak
sehingga mengurangi risiko terluka saat dicukur. Sebaiknya juga dilakukan oleh
dua orang dewasa. Satu orang dewasa memangku/menggendongnya, seorang lagi
menggunting rambutnya. Kalau sekiranya tidak pede atau takut terjadi
sesuatu maka dating saja ke tempat-tempat khusus cukur bayi.
Setelah tercukur habis, mungkin di kulit kepala
bayi terlihat noda-noda yang bentuknya seperti “pulau”. Itulah yang disebut cradle
cap atau dermatitis seboroik. Noda berupa sisik berlemak ini muncul
akibat meningkatnya aktivitas kelenjar sebasea dan juga pengaruh hormon
androgen ibu saat hamil. Bila dibiarkan saja, tumpukan lemak ini akan
menghambat sirkulasi keringat yang mengakibatkan munculnya gangguan kulit
berupa biang keringat, bisul, abses dan sejenisnya. Jadi meski sudah dicukur
plontos tetap bersihkan kepala bayi secara teratur.
Kalau dermatitis seboroik itu terlihat
mengganggu, segera bawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan. Biasanya dokter
akan memberikan obat antiseboroik yang digunakan dengan mengoleskannya ke
kepala setelah dicampur dengan minyak kelapa. Esok paginya sisir dengan
menggunakan sisir bergigi rapat untuk mengangkat kotoran tersebut.
(sumber : tabloid Nakita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar